Kamis, 01 November 2012

PEMULIAAN TANAMAN


Pemuliaan tanaman adalah kegiatan mengubah susunan genetik individumaupun populasi tanaman untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga kemurnian; pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan. Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.
Pengetahuan mengenai perilaku biologi tanaman dan pengalaman dalam budidayatanaman merupakan hal yang paling menentukan keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku teks seringkali menyebut pemuliaan tanaman sebagai senidan ilmu memperbaiki keturunan tanaman demi kemaslahatan manusia.[1] Diperguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa dianggap sebagai cabang agronomi(ilmu produksi tanaman) atau genetika terapan, karena sifat multidisiplinernya.
Pelaku pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang pemulia tanaman biasanya juga menguasai agronomi dan genetika. Tugas pokok seorang pemulia tanaman adalah merakitkultivar yang lebih baik:[2] memiliki ciri-ciri yang khas dan lebih bermanfaat bagi penanamnya.
Aplikasi kultivar unggul padi dan gandum merupakan salah satu komponen penting dalam Revolusi Hijau,[3] suatu paket penggunaan teknologi modern secara massal untuk menggenjot produksi pangan dunia, khususnya gandum roti, jagung, dan padi. Dilihat dari sudut pandang agribisnis, pemuliaan tanaman merupakan bagian dari usaha perbenihan yang menempati posisi awal/hulu dari keseluruhan mata rantai industri pertanian.

Minggu, 03 Juni 2012

PENGELOLAAN TANAH MASAM (ACID SOILS) &PENGAPURAN (LIMING)

PENGELOLAAN TANAH MASAM (ACID SOILS) &PENGAPURAN (LIMING)

         Soils  Management
                                                                                                                                                           
Tanah masam (acid soils) adalah tanah-tanah yang memiliki pH rendah  (agak masam hingga sangat masam atau < 6,5), baik berupa lahan kering (up land) maupun  lahan basah (wet land)          . Umumnya tanah –tanah masam tersebar di kawasan tropika basah seperti : Negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Brasil, Afrika tengah, Banglades dan Papua. Indonesia memiliki tanah masam cukup luas yang sebagian besar di berbagai pulau, seperti jenis tanah Aluvial, Latosol, Organosol, dan PMK. Potensi tanah masam dapat berupa : (1) Lahan kering (up land), dan (2) Lahan basah (wet land). Penyebab lahan masam adalah : (1) Tanah Mineral: disebabkan curah hujan sehingga terjadi pencucian basa-basa (CaO, MgO, Na2O, K2O, Dll), dan terjadi pemekatan unsur  Aluminium (Al2O3) dan besi/Fe (Fe2O3) Dll. (2) Tanah organik (Non mineral): disebabkan asam-asam yang berasal dari dekomposisi BO, Oksidasi mineral pirit, dan Reaksi dari pupuk yang diberikan.

Sifat kemasaman tanah dapat dibedakan atas: (1) Kemasaman Aktif (aktual): Kemasaman ini ditunjukan oleh kepekatan ion H+ dalam larutan tanah. (2) Kemasaman Potensial (Cadangan) : Kemasaman ini  ditunjukan oleh kepekatan ion H+ yang terjerap pada komplek koloid yang selalu menyumbangkan ion tersebut ke dalam larutan tanah. Problema dan pengaruh kemasaman tanah : (1) Kelarutan Al yang tinggi sehingga meracuni tanaman, (2) Kelarutan  Mn dan Fe yang cukup tinggi, (3) Ketersediaan P yang sangat rendah karena diikat oleh Al dan Fe, (4) Kekahatan (defisiensi) Mo, N, dan S, (5) Penambatan N oleh bakteri Rhizobium terhambat, (6) Ketersediaan unsur basa (K, Ca, dan Mg) rendah, dan (7) Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah. Pada prinsipnya untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan tanah dapat dilakukan teknik pengelolaan tanah secara mekanik dan vegetatif. Secara mekanik pembuatan teras misalnya teras gulud, teras bangku, atau teras individu dan pembuatan saluran drainase. Sedangkan secara vegetatif adalah penerapan pola tanam yang menutup permukaan tanah sepanjang tahun baik dengan hijauan maupun vegetasi misalnya dengan pergiliran tanaman, tumpang sari atau penanaman budidaya lorong.

Tujuan dari pengapuran : (1) Menaikkan pH tanah, (2) menyediakan hara Ca dan Mg, (3) Memperbaiki sifat fisika tanah, dan (5) Merangsang aktivitas mikro organisme. Dampak pengapuran melibatkan dua unsur  yaitu: (A) Dampak Positif antara lain : (1) Aspek Kimia Tanah : (a) Menurukan kandungan Al tertukar, dan menurunkan kelarutan Mn, Fe, (b) Meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, K, N, dan Meningkatkan ketersediaan P, Mo, dan S, (c) Meningkatkan KTK tanah, dan meningkatkan pH tanah. Dengan demikian berarti bahwa Mikroza sangat berperan dalam hara tanaman. (2) Aspek Fisika Tanah : (a) Merangsang perbaiki struktur tanah atau agregrat tanah dll. (3) Aspek Biologi Tanah : (a) Merangsang pertumbuhan organismo tanah, (b) Merangsang perombakan atau mineralisasi BO dan hara tanaman,dan (c) Meningkatkan aktivitas penambatan N baik secara simbiotik maupun non simbiotik. Dan (B) Dampak Negatif  antara lain : (1) Dapat meningkatkan pencucian hara kation selain unsur Ca, (2) Menurunkan peran Fe oksida dalam stabilitas agregrat, (3) Menurunkan ketersedian hara mikro, (4) Mempercepat kehaisan BO tanah, dan (5) Meningkatkan jumlah muatan positif karena sebagian besar bahan kapur mempunyai PZC tinggi. 
 
Pengelolaan tanah-tanah mineral masam untuk kepentingan pertanian menghadapi kendala pH yang rendah, keracunan Al, Mn, dan Fe, serta kekahatan unsur-unsur hara penting seperti N, P, Ca dan atau Mg dan Mo. Upaya untuk mengatasi persoalan kesuburan tanah masam adalah dengan mengkombinasikan antara praktek usaha tani dengan penerapan bioteknologi tanah yang menekankan pada komponen mengamankan suplai N di dalam sistem tanah-tanaman dengan pengayaan fiksasi N2 secara biologis. Teknologi ini mencakup segala upaya untuk memanipulasi jasad renik dalam tanah dan proses metabolik merata untuk mengoptimalkan produktivitas pertanaman. 






DEFINISI & RUANG LINGKUP PENGELOLAAN TANAH
                                                                                                                     Soils Management

Pengolahan tanah  (Soils tillage) : Setiap  manipulasi terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman atau menciptakan keadaan tanah olah yang siap tanam (planting). Tujuan utama pengolahan tanah : Menyiapkan tempat persemaian (seedbed) yang serasi dan baik, memberantas gulma, memperbaiki kondisi fisik tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air, aerasi serta pelumpuran tanah (silting). Metode pengolahan tanah ada 4 cara yaitu: (1) Pengolahan Tanah Konvensional (convensional tillage) : Cara mengolah tanah dengan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, dan traktor. (2) Pengolahan Tanah Minimum (minimum tillage)  : Cara mengolah tanah yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan tanah menurut kebiasaan (konvensional). (3) Pengolahan Konservasi (conservasi tillage) : Cara mengolah tanah seperlunya untuk membantu konservasi tanah dan air. (4) Tanpa Pengolahan Tanah (zero tillage, no tillage) : Cara pertanian tanpa dilakukan pengolahan tanah, kecuali penunggalan atau pencangkulan untuk pembenaman benih.

Pengelolaan tanah atau manajemen tanah (soils management) : Suatu kegiatan pengelolaan tanah dalam arti yang lebih luas dimana mencakup faktor fisik, biologi, sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan produksi tanaman. Beberapa butir gagasan tentang pengelolaan tanah (soil management) yang dapat diberdayakan melindungi lingkungan. (1) Mengeratkan dan memantapkan asosiasi sinergitik tanah dengan pertanaman, (2) Membatasi budidaya padi sawah untuk mengurangi luas lahan basah buatan, dan (3) Menyebarluaskan hutan dan perkebunan rakyat untuk mengatur iklim mikro. Berdasarkan perbedaan dalam pengelolaan (management), baik tingkat efisiensi teknologinya maupun jenis tanaman yang diusahakan, sistem pertanian di daerah tropika basah dibagi 3 macam:  (1) Sistem perladangan berpindah (shifting cultivation atau shifting agricultura), (2) Sistem sawah terdiri dari: (a) Sawah ladang (padi gogo, padi huma), (b) Sawah tadah hujan (padi gogorancah), dan (c) Sawah irigasi (padi sawah), dan (3) Sistem pertanian tanah darat menetap, terdiri dari : (a) Perkebunan besar, (b) Perkebunan kecil, dan (c) Tegalan.   

Faktor penunjang dan hambatan di daerah beriklim tropika basah (humid tropics) bagi pengembangan pertanian, kehutanan dan perkebunan adalah : (1) Faktor penunjang : (a) Masa tanam dapat dilakukan sepanjang tahun, (b) Kebutuhan akar air yang cukup tersedia, dan (2) Faktor hambatan : (a) Sifat dan prilaku tanah tropika basah masih sedikit  diketahui, misal pencucian (leaching) unsur hara yang tinggi akibat tingginya curah hujan, (b) Mudah berkembang biaknya hama dan penyakit, dan (c) Fasilitas transportasi dan sarana produksi (saprodi) yang tidak memadai seperti benih, pupuk, pestisida dll. Disamping itu pengelolaan produksi tanaman semusim dan tahunan juga sangat berpengaruh pada kesesuaian pengolahan tanah. Tanah yang diperuntukan tanaman semusim adalah tanah yang tergolong dalam kelas  kesesuaian I sampai dengan IV. Beberapa ciri khusus dalam pengusahaan tanaman semusim : (1) Pengolahan tanah intensif, (2) Penyiangan terus menerus selama pertumbuhan, (3) Kedalaman lapisan perakaran dangkal (20 – 40 cm), (4) Lama pengusahaan satu musim tanam, (5) Jarak tanam (line spacing) yang sempit, dan (6) Penyediaan sarana produksi dan irigasi yang sesuai.

Tanaman tahunan (keras) : Tanaman yang terus tumbuh tak terbatas, kebanyakan tanaman tahunan bertambah pertumbuhan baru tiap tahun. Beberapa ciri khusus pengusahaan tanaman tahunan adalah : (1) Pengolahan Tanah yang tidak tetap setiap tahun, (2) Penyiangan setempat, (3) Perakaran tanaman yang dalam ( > 40 cm), (4) Pengusahaan yang lama, dan (5) Jarak tanam (line spacing) yang lebar. Karena beberapa ciri tersebut, maka pengusahaan tanaman tahunan dapat lebih luas sehingga menempati areal yang relatif lebih miring (berlereng), sehingga diharapkan dapat berfungsi sebagai fungsi hutan dalam konservasi tanah dan air.




PENGELOLAAN LAHAN RAWA (SWAMPS LAND)
                                                                                                                         Kelompok 2

Agroekosistem lahan rawa atau lahan basah (lowland/wet land) terdiri dari : (1) Rawa pasang surut (tidal swamps). Lahan rawa pasang surut (tidal swamps) adalah daerah rawa yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut, terletak dibagian muara sungai atau sepanjang pesisir pantai, dan (2) Rawa lebak (non tidal swamps). Lahan rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, mengalami banjir pada musim hujan dan musim dan umumnya kering pada umum kemarau. Berdasarkan Nugroho (1995) luas total lahan rawa atau lahan basah (swamps) adalah 32,6 juta ha, yang terdiri dari : (1) lahan pasang surut  (tidal swamps) seluas 20,1 juta ha ( 62 % ), dan (2) Lahan rawa lebak (non tidal swamps) seluas 12,5 juta ha (38 %). Yang sebagian tersebar disumatera bagian timur, Kalimantan selatan dan  barat  selatan dan selatan dan utara papua.

Faktor penting  yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan lahan rawa adalah : (1) Lama dan kedalaman air  banjir  atau air pasang serta kualitas airnya, (2) Ketebalan,  kematangan dan kandungan hara gambut, (3) kedalaman lapisan pirit  dan kemasan potensial dan aktual setiap lapisan tanahnya, (4) Pengaruh luapan atau intrusi air payau atau salin, dan (5) tinggi muka air tanah dan kedalaman substatrum lahan, air endapan sungai, laut maupun pasir. Permasalahan di lahan rawa pasang surut atau rawa lebak adalah lahan rawa di zona III, yang tidak terkena pengaruh gambut, adalah : (1) tata air yang belum tertata baik, (2) memiliki kemiskinan hara yang sangat menyolok , (3) memiliki sifat penurunan permukaan yang sangat besar setelah dilakukan drainase, (4) memiliki daya dukung tanah yang rendah, sehingga tanaman dikuatirkan mudah tumbang atau rebah, (5) memiliki daya hantar hidrolik horizontal sangat besar dan vertikal sangat kecil, (6) memiliki sifat mengering tak balik yang menurunkan daya resistensi dan membuat peka erosi, (7) memiliki reaksi (pH) tanah yang rendah,  (8) umumnya mengandung unsur hara mikro yang rendah, dan (9) bahaya banjir.

Lahan marjinal (kritis) adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai snagat rendah untuk menghasilkan suatu tanaman pertanian. Terbentuknya lahan kritis disebabkan oleh  : (1) Gejala ekologi, seperti letusan gunung api, longsor, gempa, kebakaran, banjir, genangan, dan sebagainya, dan (2) Akibat penggunaan dan sistem pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi dan kelestarian lingkungan. Lahan tidak produktif atau kritis terdiri dari : (1) Agro-ekositem lahan kering (up-land, seperti lahan yang didominasi tanah ordo Ultisol, Oksisol, dan sebagainya, dan (2) Agro-ekositem lahan basah (low-land, terdiri dari : (a) Lahan rawa (swamps), seperti lahan rawa lebak (non tidal swamps) dan lahan rawa pasang surut (tidal swamps), dan (b) Lahan gambut (peat lad).

Lahan rawa adalah lahan yang sering tergenang air, yang terbagi kedalam 3 zona : (1) Lahan pasang surut payau atau salin yang kondisi airnya lebih banyak dipengaruhi oleh pasang surut dan surutnya air laut, (2) Lahan pasang surut air tawar, dan (3) Lahan lebak (non pasang surut) yang kondisi airnya lebih banyak dipengaruhi oleh hujan setempat dan hujan kiriman. Tata air terbagi atas 2 amcam , yaitu : (a) Satu arah, dimana saluran irigas dan drainase terpisah, dan (b) Dua arah, dimana saluran irigasi dan drainase bersatu. Dalam kaitan dengan pengembangan teknologi pengelolaan lahan dan tata air, kendala utama pengembangan pertanian lahan pasang surut meliputi aspek fisika-kimia antara lain : (1) Tingginya kemasaman tanah,, (2) Adanya zat beracun (Al, Fe, Hidrogen sulfida dan Na), (3) Lapisan gambut, (4) Terjadinya kekeringan dan genangan, (5) Adanya intrusi air asin, dan (6) Rendahnya tinggkat kesuburan alami tanah dengan keragaman yang tinggi.









Sawah merupakan lahan yang digunakan untuk penanaman padi sawah dimana sistem tata airnya mengalami penggenangan minimal 2 bulan per tahun. Luas lahan sawah di indonesia dipulau jawa : 4,5 juta hektar atau 55 %, sebelumnya > 5,5 juta hektar atau 45 %. Adapun jenis tanah sawah yang terdapat di indonesia adalah : (1) Aluvial  (ordo Entisol dan Inceptisol). (2) Latosol  (ordo Ultisol dan Inceptisol ). (3) Regosol  (ordo Entisol). (4) Podsolik Merah Kuning  (ordo Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol). (5) Andosol (ordo Andisol , dan Inceptisol ). (6) Planosol / Hidromorf (ordo Entisol dan Inceptisol ). (7) Organosol  (ordo Histosol dan Entisol ).  Tawah sawah di indonesia memiliki arti yang sangat strategi, karena berfungsi sebagai : (1) Lahan untuk bercocok tanam (Padi, Palawija, dan Sayuran) bagi sebagian besar penduduk Indonesia (80 %), terutama masyarakat petani. (2) Sebagai sentra produksi beras nasional, terutama di pulau jawa. (3) Penyangga ketahanan pangan nasional unuk mencegah kerawanan pangan (gejolak sosial dan politik ). (4) Berhubungan dengan hajad hidup orang banyak ( kebutuhan primer).

Permasalahan pada tanah sawah dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu aspek politik dan sosial ekonomi, dan aspek biofisik ;lahan dan kesuburan. Sedangkan tantangan dalam pengembangan teknologi tanaman padi kedepan di indonesia, terdiri dari  : (1) Dampak permanasan global  (global warming). (2) Tuntutan keamanan dan ketahanan pangan (food Securyty dan food Safety). (3) Persaingan global dan pasar bebas, (4) Keamanan lingkungan dan tuntutan akan sistem pertanian berkelanjutan (Sustainable farming agricultura).

Hampir seluruh daratan Indonesia mendapat curah hujan > 2.000 mm/tahun. Jika kebutuhan air untuk sekali musim tanam padi 1.000 mm, maka curah yang rendah di indonesia dibagian Timur, yaitu NTT sekitar 1.200-1.500 mm/ tahun masih memungkinkan penanaman padi pada musim hujan. Hanya saja tergantung kepada faktor lain seperti : Kesuburan tanah, tropologi dan faktor lingkungan lainnya. Ada beberapa jenis ekosistem / tropologi yang dapat diusahakan untuk tanaman padi, seperti : (a). Sawah Tadah Hujan : Daratan rendah yang bukan daerah pasang surut, yang merupakan areal cekungan, tepi sungai, pesisir pantai dan daratan rendah lainnya yang tidak mempunyai sumber irigasi. (b) Sawah irigasi, sawah ini terdapat di daerah datar sampai pegunungan lembah dan daratan , sumber air berasal dari bangunan irigasi yang dibangun pada sungai. Luas lahan irigasi di Indonesia 3,6 juta ha. (c) Sawah rawa / lebak, tanah ini terdapat didaratan rendah sekitar sungai besar, umumnya terjadi karena luapan air sungai dan genangan air hujan karena daya tampung sungai tidak mampu mengalirkan kelaut. (d) Sawah Sumatera Timur, Kalsel dan Kalbar serta Papua. Luasnya 36 juta ha, sebagiannya dari tanah ini telah diusahakan untuk padi sawah  dan kelapa dengan hasil sedang sampai baik.Sebaliknya pada beberapa daerah terdapat pengusahaan pertanian yang kurang berhasil. Areal pertanaman pada umumnya sekitar 300-500 m dari saluran utama dan tergnatung dengan debit pasang air sungai. Petan menanam padi satu kali dalam setahun dan diusahakan pada musim hujan. Produksi berkisar 2-3 ton/ ha tanpa penggunaan pupuk dan pengolahan tanah.  
  





Minggu, 15 Januari 2012

PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH MINERAL



     
                                                                                                                                   

Pemakaian Pupuk Organik dan Anorganik
            Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, misalnya ; pupuk kandang, hijauan tanaman rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan sifat menahan air yang lebih besar dari pada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.

            Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang cukup sangat diperlukan oleh tanaman, sebagai bahan pembenah tanah pupuk organik dapat mencegah erosi, mencegah penggerakan permukaan tanah (crusting)dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah.

Karakteristik umum yang dimiliki oleh pupuk organik adalah :
1.    Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung jenis bahan dasarnya.
2.    Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah untuk di rubah dari bentuk organik kompleks yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diabsorpsi oleh tanaman.
3.    Penggunaan pupuk organik sebaiknya harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia untuk menutupi kekurangan hara dari pupuk organik .

            Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting dari budi daya hewan peliharaan baik unggas maupun non unggas, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

            Kandungan unsur hara pupuk kandang akan berbeda dengan berbedanya jenis dan wujud bahan pupuk kandang. Pemupukan yang dianjurkan pada budi daya tanaman jagung , untuk pupuk organik ( pupuk kandang / kompos ) 20 ton / ha. Sedangkan untuk pupuk anorganik : Urea 300 kg / ha, TSP 100 kg / ha, KCI 50 kg / ha. Pupuk dasar diberikan sebelum tanam atau bersamaan tanam sejumlah 20 ton / ha pupuk organik, 100 kg / ha Urea, 100 kg TSP, dan 50 kg / ha KCl dengan membuat larikan atau ditugalkan kemudian ditutup kembali dengan tanah dengan jarak 10 cm dari garis tanam / lubang tanam. Pupuk susulan diberikan 3 minggu setelah tanam berupa Urea 100 kg / ha, diteruskan pupuk susulan kedua pada tanaman berumur 5 minggu sejumlah 100 kg Urea / ha (Dinas Pertanian Jember,2007).
           
            Hasil penelitian Mayadewi (2007) pupuk kandang ayam meningkatkan pertumbuhan hasil tanaman jagung manis sebesar 47,03% bila di kombinasikan dengan jarak tanam 50 x 40 cm. Barus (2005) menjelaskan bahwa efisiensi penggunan pupuk dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian uji tanah untuk suatu sistem hara-tanah-tanaman. Pada dasarnya tahapan kegiatan uji tanah meliputi ; (1) Pengambilan contoh tanah yang mewakili lokasi berdasarkan hasil survey terdahulu, (2) Analisa kimia tanah di laboratorium dengan metode yang tepat dan teruji, (3) Interpretasi hasil analisis dan (4) Rekomendasi pemupukan.

            Hasil penelitian Hasanudin et al (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang pada berbagai dosis mampu menurunkan Al-dd sekaligus meningkatkan pH tanah walaupun peningkatan pH tanah tidak sedrastis penurunan Al-dd. Peningkatan pH diikuti dengan peningkatan P tersedia tanah .
            Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat meningkatkan serapan P dan hasil tanaman jagung karena setelah bahan organik terdecomposisi akan menghasilkan beberapa unsur hara seperti N, P dan K serta menghasilkan asam humat dan fulvat yang memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah sehingga ketersediaan P akan meningkat (Hasanudin, 2003).
            Seperti halnya pupuk organik, pemakaian pupuk anorganik hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum hara tertentu seperti N, P, dan K, sehingga diberkan pada takaran yang rendah. Pupuk N (urea) untuk tanaman legum diperlukan sebagai stater sehingga diberikan pada saat tanam dengan takaran 15-20 kg/ha, sedangkan untuk tanaman nonlegum takarannya lebih tinggi. Pemakaian pupuk P (P-alam) minimal 60 kg P/ha untuk dua musim tanam, demikian pula pupuk KCl dengan takaran 60-90 kg/ha. Takaran pupuk anorganik secara tepat perlu diteliti lebih lanjut. Pengapuran mungkin diperlukan, tetapi hanya sebatas memenuhi kebutuhan tanaman, bukan untuk meningkatkan pHtanah maupun mengurangi kadar Al tanah.
            Pemupukan P juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor berperan pada berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen klorofil. Sebagian besar hara P dari pupuk P yang diberikan difiksasi di dalam tanah sehingga hanya 10-20% pupuk P yang diberikan diserap tanaman. Oleh sebab itu pemberian yang terus menerus dalam jumlah berlebih akan terakumulasi dalam tanah dan dapat merubah status P tanah dari rendah ke tinggi sehingga tanaman tidak lagi tanggap terhadap pemupukan P (Barus, 2005).

            Pemberian pupuk P yaitu pupuk SP36 dan pupuk Rock fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung terlihat dari parameter tinggi tanaman 10 dan 17 hari setelah tanam serta kadar P trubus (Arimurti et al , 2006).

Teknik Pengelolaan Tanah
            Apabila dihadapkan pada kondisi tanah masam, ketersediaan hara rendah, bahan organik tanah rendah, dan tanah memiliki slope tertentu serta berada pada daerah dengan intensitas hujan tinggi, maka secara teknik pengolahan tanah yang dilakukan harus berprinsip peningkatan kesuburan tanah dan adanya pelaksanaan konservasi tanah dan air.

            Pada prinsipnya untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan tanah dapat dilakukan teknik pengelolaan tanah secara mekanik dan vegetatif. Secara mekanik pembuatan teras misalnya teras gulud, teras bangku atau teras individu dan pembuatan saluran drainase. Sedangkan secara vegetatif adalah penerapan pola tanam yang menutup permukaan tanah sepanjang tahun baik dengan hijauan maupun vegetasi misalnya dengan pergiliran tanaman , tumpang sari atau penanaman budi daya lorong.

            Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usaha tani secara berkelanjutan.

            Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah.
           
            Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani.

            Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa dibangun di areal perkebunan atau pertanaman buah-buahan.

            Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) di samping itu dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi (Rahim, 2006).
           
            Pergiliran tanaman atau tanam berurutan adalah sistem bercocok tanam dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah selama satu tahun; tanaman musim kedua ditanam sebelum panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan menjaga agar permukaan tanah selalu tertutup tanaman. Selain itu, sistem ini juga dimaksudkan untuk mempercepat penanaman tanaman pada musim kedua, sehingga masih mendapatkan air hujan dengan jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan produksinya.

            Tanam bersisipan atau tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang sama secara simultan, dengan umur tanaman yang relatif sama dan diatur dalam barisan atau kumpulan barisan secara berselang-seling seperi: padi gogo + jagung - jagung + kacang tanah. Pada musim pertama di awal musim hujan, padi gogo ditanam secara tumpang sari dengan jagung.
            Menambah tanaman penguat teras,tanaman yang memenuhi syarat sebagai penguat teras adalah:
a. Mempunyai sistem perakaran intensif, sehingga mampu mengikat air.
b. Tahan pangkas sehingga tidak menaungi tanaman utama.
c. Bermanfaat dalam menyuburkan tanah maupun sebagai penghasil makanan ternak.

            Tanaman penguat teras yang dianjurkan ditanam antara lain lamtorogung, gamal, akasia, kaliandra, rumput gajah dan rumput benggala. Salah satu cara untuk memperbaiki struktur tanah, mempertinggi kemampuan tanah dalam menyerap air yaitu dengan menggunakan pupuk organik berupa pupuk hijau atau pupuk kandang serta penggunaan sisa-sisa tanaman yang diletakkan di atas tanah sebagai serasah (mulsa) sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah. Dengan cara ini penguapan air tanah dapat diperkecil sehingga air tanah tetap tersedia bagi tumbuhnya tanaman.

            Teknologi yang diintroduksikan ke lahan kering masam DAS bagian hulu haruslah teknologi yang mampu mengendalikan erosi, mudah dilaksanakan, murah dan dapat diterima oleh petani. Salah satu teknologi yang tersedia adalah sistem pertanaman lorong atau Alley cropping.

            Anonimous (2009) menjelaskan bahwa alley cropping merupakan salah satu sistem agroforestry yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan di antara lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman pepohonan atau semak (Kang et al., 1984). Tanaman pagar dipangkas secara periodik selama pertanaman untuk menghindari naungan dan mengurangi kompetisi hara dengan tanaman pangan/semusim. Leucaena leucocephala yang pertama diuji dalam sistem Alley cropping ini dan menyusul kemudian Glinsidia sepium.

            Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem ini sangat efektif mengendalikan erosi. Di Filipina, Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak 69%, yang terdiri atas 48% disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa, 8% disebabkan oleh perubahan profil tanah dan 4% oleh penanaman secara kontour .Di Indonesia sistem ini sudah diyakini efektif mengendalikan erosi (Sukmana and Suwardjo, 1991) dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh petani di lahan kering. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan telah menunjukkan bahwa Alley cropping sangat efektif dalam mengendalikan erosi.
           
            Efektivitas pengendalian erosi tersebut sangat tergantung kepada jenis tanaman pagar yang digunakan, jarak antara tanaman pagar dan pada saat awal, kemiringan lahan. Efektivitas pengendalian erosi dapat mencapai >95% dibanding apabila tidak menggunakan Alley cropping.
           
            Alegre dan Rao (1995) menunjukkan bahwa Alley cropping menahan kehilangan tanah 93% dan air 83% dibandingkan dengan pertanaman tunggal semusim. Efektivitas pengendalian erosi ini selain karena hal yang telah disebutkan di atas juga karena terbentuknya teras secara alami dan perlahan-lahan setinggi 25-30 cm pada dasar tanaman pagar. Rendahnya erosi disebabkan oleh hasil pangkasan yang sukar melapuk yang berfungsi sebagai mulsa, sehingga tanah terlindung dari air hujan dan pemadatan tanah karena ulah pekerja selama operasi di lapangan. Barisan tanaman pagar menurunkan kecepatan aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan pada air untuk berinfiltrasi. Selanjutnya tanaman pagar menyebabkan air tanah selalu berkurang untuk kebutuhan pertumbuhannya selama musim kemarau sehingga sistem ini menyerap lebih banyak air hujan ke dalam tanah dan akhirnya menurunkan erosi.

            Selain efektif mengendalikan erosi, Alley cropping juga ternyata dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Sistem ini dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu menurunkan BD (bulk density) dan meningkatkan konduktivitas hidrolik tanah.

Pustaka:

Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, (3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri.
http://dasar2ilmutanah.blogspot.com